Hari minggu kemarin, saya naik angkot ke Bogor. Karena kursi depan kosong, akhirnya saya memilih duduk disana. Saat itu jalanan basah karena baru saja diguyur hujan deras. Saat itulah, pak sopir dan satu orang lelaki yang duduk di belakang berbincang.
Awalnya saya kira mereka hanya berbincang biasa, namun ternyata mereka sedang curcol. Tentang apalagi kalau bukan sekitar dunia perangkotan. Dari mereka saya tahu, bahwa ternyata bbm premium di spbu dari daerah tajur hingga terminal baranangsiang susah sekali mereka dapat. Pak sopir bilang bahwa kenapa kalau pedagang bensin eceran dengan gampang membeli bbm, sedangkan mereka kesusahan membeli karena stok yang disetiap spbu disepanjang jalan yang kami lewati selalu saja kosong.
Disalah satu spbu yang kita lewati, ada salah satu angkot yang akhirnya mengisi dengan pertalite. Karena memang tidak ada pilihan lain. Sesangkan angkot yang saya tumpangi hanya masuk lalu mundur lagi dengan perlahan. Pak sopir hanya bisa belok sambil menggerutu saja. Dan saya hanya bisa tersenyum saja. Lha wong saya juga gak bisa berkomentar apa-apa.
Saya menjadi teringat dengan dosen saya, yang bercerita tentang bbm saat jamannya naik. Beliau mencontohkan seperti ini :
Jika sebuah mobil tanki bbm kapasitas 10rb liter berjalan dari stasiun besar ke spbu pada malam hari, katakanlah jam 7, sedangkan jarak antara stasiun ke spbu bisa ditempuh dalam waktu paling lama 4 jam. Artinya seharusnya pukul 11 ia seharusnya sudah sampai. Lalu ada pengumuman dari pemerintah bahwa jam 12 malam akan ada kenaikan harga bbm sebesar 100 rupiah saja perliter. Akhirnya manager spbu meminta sang sopir untuk berputar-putar dijalan, agar sampai di spbu lebih dari jam 1 pagi. Berapa untung yang bisa diperoleh hanya dalam waktu 2 jam ?
Kebayang ya, berapa untung yang ia bisa peroleh hanya dengan menunda selama 2 jam. Hehe dimana lagi coba, bisa untung kok dengan menunda ? Biasanya kita untung jika menyelesaikan sesuatu tepat waktu, atau bahkan sebelum saatnha. Yang ini memang beda. Tapi itu hanya di negeri dongeng, dan semoga tidak terjadi di kehidupan nyata ya. Allahu'alam
Lalu kembali lagi kepada sopir angkot tadi, saya diam, sedangkan pak sopir masih saja mengeluh namun pasrah dengan kedaan. Ia kembali mengeluh tentang . . .to be continued to the next story