KONTROVERSI UJIAN NASIONAL

5:00:00 PM

      
                        agus-sn.blogspot.co.id


 Ujian Nasional adalah kegiatan pengukuran dan penilaian kompetensi peserta didik secara nasional pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Ujian Nasional (UN) diselenggarakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang meliputi Standar Isi, Standar Proses, Standar Kompetensi Lulusan, Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Standar Sarana dan Prasarana, Standar Pengelolaan, Standar Pembiayaan, dan Standar Penilaian Pendidikan . Menurut Kementerian Pendidikan Nasional, hasil Ujian Nasional yang diselenggarakan oleh pemerintah digunakan sebagai:


  1. Pemetaan mutu program dan/atau satuan pendidikan
  2. Dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya
  3. Penentuan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan
  4. Dasar pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan.

            PRO:
Pemerintah menekankan bahwa UN perlu terus dijalankan untuk meningkatkan kualitas SDM Indonesia agar tidak semakin tertinggal dari negara-negara lainnya, dan untuk kepentingan pemetaan pendidikan.
Selain itu, UN juga penting sebagai pengendali mutu pendidikan secara nasional dan
pendorong bagi pendidik, peserta didik, dan penyelenggara pendidikan untuk bekerja lebih keras guna meningkatkan mutu pendidikan (prestasi belajar).   
                 
            Manfaat:
  1. Siswa akan semangat untuk belajar.
  2. Siswa akan mulai bersaing dengan murid yang lain untuk mendapatkan nilai ujian nasional yang lebih tinggi. Mengapa demikian? Karena, nilai ujian nasional menentukan apakah kita bisa masuk SMA ini atau SMA itu.
  3. Dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya
  4. Menjadikan siswa menjadi lebih mendekatkan diri kepada agama

            KONTRA:
1. Dalam ilmu kependidikan, kemampuan peserta didik mencakup tiga aspek, yakni pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotorik), dan sikap (afektif). Tapi yang dinilai dalam UN hanya satu aspek kemampuan, yaitu kognitif, sedangkan kedua aspek lain tidak diujikan sebagai penentu kelulusan.
2. Aspek yuridis. Beberapa pasal dalam UU Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 telah dilanggar, misalnya pasal 35 ayat 1 yang menyatakan bahwa standar nasional pendidikan terdiri atas 8  standar yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala. Namun UN hanya mengukur kemampuan pengetahuan dan penentuan standar pendidikan yang ditentukan secara sepihak oleh pemerintah. Un menunjukkan bahwa pemerintah telah memberikan labeling baru pada guru bahwa guru saat ini tidak memiliki wewenang dan tidak lagi mendapat hak-hak sebagai penentu kelulusan.
3. Aspek sosial dan psikologis. Dalam mekanisme UN yang diselenggarakannya, pemerintah telah mematok standar nilai kelulusan menimbulkan kecemasan psikologis bagi peserta didik dan orang tua siswa. Siswa dipaksa menghafalkan pelajaran-pelajaran yang akan di -UN-kan di sekolah dan di rumah.
 4. Aspek ekonomi. Secara ekonomis, pelaksanaan UN memboroskan biaya. Tahun lalu, dana yang dikeluarkan dari APBN mencapai Rp 260 miliar, belum ditambah dana dari APBD dan masyarakat. Pada 2005 memang disebutkan pendanaan UN berasal dari pemerintah, tapi tidak jelas sumbernya, sehingga sangat memungkinkan masyarakat kembali akan dibebani biaya. Selain itu, belum dibuat sistem yang jelas untuk menangkal penyimpangan finansial dana UN. Sistem pengelolaan selama ini masih sangat tertutup dan tidak jelas pertanggungjawabannya. Kondisi ini memungkinkan terjadinya penyimpangan (korupsi) dana UN.

Bukti: Praktik tak jujur yang dilakukan 16 guru SMA Negeri Lubuk Pakam 2 di hari kedua Ujian Nasional 2008 yang lalu merupakan satu dari sekian dampak buruk penerapan ujian yang distandardkan dan tersentralisasi secara nasional. Keenam belas guru tersebut tertangkap basah sedang membetulkan jawaban siswa untuk bidang studi bahasa Inggris yang hari itu diujikan (Kompas, 24 April 2008).
Bahkan data tahun 2009 menyebutkan, sekitar 25 puskesmas di yogyakarta merawat 256 pasien (siswa, guru, ortu)  yang mengalami perubahan psikis akibat ujian nasional.
  
KESIMPULAN:
Studi yang terkait dengan kinerja pendidikan juga menunjukkan bahwa mutu pendidikan di Indonesia masih memprihatinkan. Studi yang dilakukan oleh berbagai pihak memperlihatkan bahwa tingkat penguasaan siswa menurun.  Gambaran itu merupakan bukti untuk memacu mutu pendidikannya dan meningkatkan kesempatan seluruh warga memperoleh pendidikan bermutu dengan meningkatkan sarana dan prasarana di seluruh sekolah yang ada secara merata. Dari pelaksanaan UN yang diadakan sampai saat ini, maka UN masih harus dilaksanakan, namun perlu adanya revisi, diantaranya: memperbaiki sistem pendidikan di negeri kita ini , membenahi semua sarana dan prasarana pendidikan , meratakan antara sekolah di pusat dengan di daerah , (di desa dan di kota) , meningkatkan kualitas tenaga pengajar yang ada ,membenahi kesejahteraan guru ,hilangkan deskriminasi sekolah negeri dengan swasta, memenuhi anggaran pendidikan.


Disusun dari berbagai sumber referensi.

You Might Also Like

0 komentar

Masukkan Komentar dan Pesan Terbaikmu..

Tag me on Twitter